News Update :
Selamat Datang Di Pesona Rejang Lebong Online. Portal Informasi Rejang Lebong Terlengkap. Media Tepat Untuk Promosi Produk Anda. Untuk Pasang Iklan Hubungi• 085268782988
WEB MASIH DALAM TAHAP PEMBANGUNAN, MHN MAAF ATAS KEKURANG NYAMANANNYA. TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA.

WISATA BENGKULU

Selasa, 10 April 2012

Pesona Keindahan Bukit Kaba

Setelah sebelumnya kita puas menghirup udara sejuk di Danau Harum Bastari kemudian melihat keindahan Wisata Suban Air Panas. kali ini kita akan mengajak pesonaizer untuk menyelusuri jejak petualangang tim menuju Bukit kaba yang menjanjikan akan keindahan kawah dan
sanset yang amat menakjukkan.

Bukit kaba denga ketinggian 1952 MDPL yang berada di Desa Sumber Urip Kecamatan Selupuh Rejang tersebut dapat ditempauh melalui arah barat (Bengkulu) sekitar 90 km perjalanan dan juga melalui arah timur yaitu dari Palembang lewat Kabupaten Lahat dan Lubuk Linggau, yaitu sekitar 45 Km dari kota lubuk Linggu menuju simpang bukit kaba.

Bukit Kaba atau  yang akrab disebut Bukit Kabeak oleh penduduk sekitar tentunya menjadi panorama tersendiri bagi para pendaki pecinta alam, ataupun warga biasa yang menginginkan wisata yang sedikit menguji adrenalin dengan pesona alam yang sangat menjanjikan. tentunya bukit kaba merupakan jawaban yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut

Untuk mencapai puncak bukit kaba, setelah tiba di simpang bukit kaba, pendaki sebelumnya bisa menggunakan kendaraan roda empat hingga menuju pos Penjagaan pokdarwis (kelompok sadar wisata) yang berjarak sekitar 8 Km. sebernya setibanya di pos penjagan tersebut pendaki bisa melalui dua jalur yang berbeda, jalur pertama yaitu jalur kendaraan roda dua namun sayang sekarang tidak memungkinkan dilewati kendaraan bisa karena jalan sudah buruk dan berlobang, untuk jalur kedua tentunya banyak mennjadi pilihan pendaki yaitu melewati jalur hutan yang biasa disebut pintu rimba, meski jalan setapak dan terjal namun pendaki akan dimanjakan dengan sambutan kicauwan burung-burung dan suasana sejuknya hutan

Setelah letih Berjalan kaki sekitar 2 jam perjalan melewati hutan, tentunya akan terbalas akan keindahan pesona puncak yang asri akan keindahan alam sejati. yaitu adanya tangga seribu yang merupakan akses menuju Top puncak, dan pemandangan kawah hidup yang masih mengeluarkan asap tersebut.

Tentunya, kebanyakan pendaki yang mengunjungi objek wisata bukit kaba tersebut kebanyakan langsung kemping Grund,karena disamping bukit kaba menyimpan keindahan kawah dan nuansa pegunungna yang indah, namun nuasana malam tuntunya tidak kalah menarik yaitu pendaki dapat memanjakan mata denga  gemerlap bintang dan lmpu kota cukup.  tidak hanya itu, untuk paginyapun pandaki juga akan dimanjakan denga pancaran sinar sanset yang baru menyibak bumi. tentu saja memen tersebut merupakan momen yang tak dapat dilupakan diBukit Kaba.

Setelah letih mendaki gunung dan bersahabat dengan dinginnya malam, ketika turun gunung pendaki tentunya tidak perlu khawatir akan suasa relaksasi yang alamai, karena tidak jauh dari pintu rimba (jalan pertama masuk hutan) terdapat genangan dan pancuran air panas sempiang yang tentunya dapat memenjakan serta merelaksasikan pendaki setelah berjalan kaki. (Cha)

Ingin melihat foto Bukit Kaba lebih banyak lagi, Klik Disini

Senin, 12 Maret 2012

Pariwisata Dalam Wacana Otonomi Daerah

Pariwisata, sebagai salah satu industri gaya baru (new style industry) secara efektif terbukti mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat, terbukanya lapangan kerja, peningkatan taraf hidup dan mengaktifkan sektor industri lain di dalam negara penerima wisatawan. Sebagai sebuah industri gaya baru sektor ini mencoba meninggalkan paradigma lama tentang industri yang hanya menekankan pada suatu proses-output dengan maksud untuk mendapatkan profit keuntungan semata. Landasan operasionalisasi sektor industri ini di dasarkan pada ilmu-ilmu baru, tehnologi canggih dan cara berfikir serta dimensi dan persepsi yang bervariasi pula. Begitu kompleksnya aspek-aspek yang terkait dengan pariwisata ini, baik menyangkut aspek organisasi, pemasaran, perencanaan dan tehnik-tehnik pariwisata. Sehingga dalam sektor industri ini meniscayakan suatu latar belakang kemampuan intelektual yang luas dan pendidikan khusus agar para profesional dan praktisi yang bergerak di sektor ini mampu menyesuaikan diri dengan perubahan ilmu, tehnologi dan paradigma baru dalam industri pariwisata.

Terkait dengan diskursus desentralisasi (otonomi daerah), pariwisata semakin menjadi primadona. Daya tariknya yang luar biasa dalam menggerakkan roda perekonomian menjadikan masing-masing daerah berupaya menggali sebesar-besarnya potensi wisata daerahnya masing-masing. Hal ini tidak menjadi hal yang aneh, daerah mana yang tidak iri dengan Bali, sebuah propinsi yang potensi sumber daya alamnya hanya dapat menghasilkan output yang sedikit, namun tingkat kesejahteraan ekonominya sangat tinngi karena dipacu oleh income yang didapatkan dari sector pariwisata.

Fenomena dalam dunia pariwisata memang menunjukkan suatu prospek yang menguntungkan dari sisi bisnis. Kondisi pasar dalam industri ini menunjukkan suatu “sustainable profit values” -sejumlah nilai keuntungan yang berkelanjutan. Oleh karena itu dalam upaya untuk meningkatkan nilai pendapatan dari pariwisata ini, maka layak sebenarnya dilakukan analisis menyeluruh terhadap kondisi pasar pariwisata, baik menyangkut mekanisme penawaran (supply), permintaan (demand) , pelaku-pelaku pasar (actors) dan kondisi lingkungan disekitarnya.

Mengkaji permasalahan penawaran dalam pasar pariwisata, ditandai oleh tiga ciri khas utama. Pertama, merupakan penawaran jasa-jasa, dengan demikian apa yang ditawarkan itu tidak mungkin ditimbun dalam waktu lama dan harus ditawarkan dimana produk itu berada.Oleh karena itu mustahil untuk mengangkutnya, dan inilah yang membuat perbedaan dengan produk-produk lainnya yang ditawarkan, dalam arti bahwa konsumen harus mendatangi apa yang dirtawarkan itu untuk diteliti. Kedua produk yang ditawarkan dalam industri pariwisata ini sifatnya kaku (rigid) dalam arti bahwa dalam usaha pengadaan untuk pariwisata, sulit sekali untuk mengubah sasaran penggunaan untuk di luar pariwisata. Ketiga, berlakunya hukum substitusi. Karena pariwisata belum menjadi kebutuhan pokok manusia, maka penawaran pariwisata harus bersaing ketat dengan penawaran barang-barang dan jasa yang lain.

Penawaran pariwisata baik yang menyangkut unsur-unsur alamiah (natural) ataupun unsur-unsur buatan manusia (artificial) dengan memperhatikan tiga ciri khas yang dimilikinya membutuhkan suatu sistem penanganan yang realistis. Arti realistis disini adalah bagaimana unsur-unsur penawaran dalam pariwisata tersebut mampu merespon kondisi persaingan dan kecenderungan dalam lingkungan pasar pariwisata.

Di sisi yang lain, permintaan pariwisata sebagai mutual dari penawaran menunjukkan fenomena yang seringkali berbeda dengan kondisi yang terjadi pada pasar dalam pengertian umum tersebut. Banyak faktor yang turut mempengaruhi wisatawan untuk mengadakan perjalanan wisata. Terlepas dari unsur-unsur pokok gejala pariwisata yang menyangkut manusia, yang mempunyai waktu luang, kelebihan pendapatan dan kemauan untuk melakukan perjalanan ternyata ada unsur-unsur lain yang beberapa diantaranya bersifat rasional dan beberapa yang lain tidak masuk akal (irasional). Dalam hal ini Gromy (2005) mencoba untuk menganalisis beberapa faktor rasional sebagai suatu dorongan yang disadari bagi wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata tersebut antara lain: aset-aset wisata, pengorganisasian industri pariwisata, fasilitas, sikap masyarakat tempat tujuan, kondisi demografi, situasi politik dan keadaan geografis. Sedangkan faktor-faktor irasional terdiri atas lingkungan perjalanan dan ikatan keluarga, tingkah laku, prestise, mode, perasaan keagamaan, hubungan masyarakat dan promosi pariwisata.

Dari hal ini dapat diihat bahwa permintaan pariwisata tidak menggambarkan sekelompok homogen orang-orang yang sedang berusaha bepergian setelah terdorong oleh motivasi tertentu. Ada sekelompok keinginan, kebutuhan, rasa kesukaan dan ketidak sukaan yang kadang berbaur dan bertentangan dalam diri seseorang. Perbedaan struktur permintaan dalam pariwisata ini tidak mengikuti pola sistematis yang didasarkan pada kebangsaan, kesukuan, tempat tinggal, jabatan, susunan keluarga /tingkat sosial yang tidak bergantung kepada tingkat umur atau jenis kelamin. Semua unsur yang beragam ini cenderung digunakan sebagai batas /patokan agar tetap memberi arti segmentasi masyarakat yang merupakan permintaan pasar potensial.

Permintaan pariwisata ditandai dengan beberapa ciri khas;antara lain adalah kekenyalan (elasticity) dan kepekaan (sensitivity). Elastisitas disini berarti seberapa jauh tingkat kelenturan permintaan tersebut terhadap perubahan struktur harga /perubahan berbagai macam kondisi ekonomi di pasar. Titik awal munculnya permintaan pariwisata dengan keadaan ekonomi sedemikian rupa sehingga memungkinkan orang memiliki kelebihan pendapatan dan lamanya hari-hari libur yang tetap dibayar. Karena pengeluaran wisatawan merupakan penyisihan sebagian anggaran pribadi dan keluarga yang bersaing dengan barang keperluan lain (mobil, televisi dan sebagainya), maka dapat dipahami mengapa permintaan pariwisata dapat menunjukkan elastisitas langsung dengan jumlah pendapatan di lain pihak.

Permintaan pariwisata juga sangat peka (sensitive) terhadap kondisi sosial, politik dan perubahan mode perjalanan. Daerah tujuan wisata yang mengalami ketidak tenangan (instability) kondisi politik atau keguncangan sosial tidak akan menarik wisatawan meskipun harga fasilitas pariwisata yang ditawarkan sangat murah.

Dari fenomena penawaran dan permintaan pasar yang telah diungkapkan, bisa disimpulkan bahwa pariwisata mengandung berbagai permasalahan yang multi-komplek. Seperti yang dikatakan oleh John King (2006) , bahwa untuk masa yang akan datang negara-negara destinasi akan berhadapan dengan wisatawan yang matang,tidak massal (individual perceptions) , dan mencari sumber-sumber pengayaan hidup secara spiritual, tidak lagi sekedar kesenangan yang bersifat material dan jasmaniah. Pada tingkat manajemen tantangannya adalah perubahan orientasi dari menjual produk yang ada (sell what is produce) kepada penjualan produk sesuai permintaan pasar, dari pemasaran massif kepada pemasaran untuk konsumen individual, dari penggunaan mass-branding menuju keragaman branding, dari persaingan harga menuju persaingan kualitas. Pada sisi tehnologi ada tuntutan baru akan tehnologi informasi yang terpadu, lebih bersahabat, difusi tehnologi yang cepat, sistemik dan bergerak menuju globall net working. Keseluruhan tantangan ini akhirnya berpengaruh pada penciptaan produk--produk wisata yang mempunyai daya tarik menurut perspektif konsumen.

Beberapa tantangan dalam industri pariwisata tersebut, tampaknya memang perlu segera direspon oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan masalah pariwisata. Apalagi bagi pemerintah daerah yang sedang giat-giatnya menggali potensi daerahnya dalam masa-masa otonomi daerah ini. Bentuk respon tersebut antara lain dalam hal kemampuan untuk selalu melakukan upaya inovasi, kesiapan lingkungan pendukung maupun tersinerginya penanganan pariwisata tersebut oleh berbagai pihak yang terkait. Secara tehnis upaya inovasi ini dapat diterjemahkan sebagai upaya menciptakan objek wisata yang mampu memberikan “pengalaman yang berbeda” bagi wisatawan yang mengunjunginya. Disisi yang lain kesiapan lingkungan pendukung, baik tenaga kerja , masyarakat sekitar lokasi maupun sarana dan prasarana juga sangat dibutuhkan. Misal untuk Bengkulu (Rejang Lebong), kesiapan sumber daya manusia terkait dengan basic pendidikan, maka perlu dipikirkan pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata ataupun Program Studi Pariwisata di perguruan tinggi yang ada

Yang masih juga menjadi permasalahan dalam hal ini adalah masalah penanganan yang tersinergi. Tidak dapat dipungkiri saat ini dalam tataran pengambil kebijakan (decision maker) ditingkat pusat , pariwisata tampaknya belum lagi menjadi focus perhatian dan garapan yang serius. Orientasi dan konsentrasi elit politik sekarang terpusat pada issue-isue politik, perebutan kekuasaan dan tawar-menawar jabatan (baca : kekuasaan). Padahal dalam konteks kedaerahan beberapa daerah sudah harus dipaksa untuk mulai mandiri. Hal ini seperti dikatakan didepan berdampak pada kondisi pariwisata di Indonesia. Citra Indonesia sudah kadung disebut sebagai negara perusuh, fundamentalis, sarang teroris dan sejenisnya. Sedangkan upaya pengembalian citra (reimage) seringkali hanya sekedar jargon politik semata.

Bahkan lebih parah lagi, pertarungan politik dinegara kita yang mulai menggunakan daya tawar masa pendukung (mass bargaining) sehingga memunculkan pertarungan dalam tataran grassroot kadang memperparah keterpurukan citra pariwisata Indonesia. Kembali Bali menjadi contoh, bagaimana sulitnya propinsi itu untuk mengembalikan citra dirinya yang terpuruk pasca tragedi Bom Bali 1 dan Bom Bali 2.(Penulis By. Hariyono Hr)

Sabtu, 07 Januari 2012

Batik “Ka Ga Nga” Ku Tak Lagi Megah dan Terancam Punah


SENI BATIK merupakan salah satu warisan budaya indonesia yang tak ternilai harganya, termasuk  juga seni batik Ka Ga Nga, ialah merupakan salah satu warisan budaya suku Rejang yang ada di Bumi Pat Petulai Rejang Lebong atau Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu.
Namun dengan perkembangan zaman dan teknologi tidak disangka dibalik makin maraknya motif  batik Ka Ga Nga yang sering digunakan oleh jajalan PNS dan pelajar di Kabupaten RL saat ini,  ternyata menyisahkan cerita tersendiri bagi masyarakat biasa dan pengrajin batik tulis dan batik cap Pei Ka Ga Nga yang saat ini tak lagi dirasakan megah dan terancam punah.
Mengapa demikian? koperasi pengrajin batik Pei Citra Daerah yang berada di jalan Basuki  Rahmat Kelurahan Dwi Tunggal Kecamatan Curup ini merupakan satu-satunya usaha yang  memproduksi batik tradisional Ka Ga Nga atau batik yang dibuat secara tradisional yaitu batik  tulis dan batik cap Ka Ga Nga.
Yang lebih menyisahkan ialah, jumlah pengrajin batik Pei Ka Ga Nga secara tradisional kini  hanya tinggal 3 orang, satu pengrajin dibidang batik cap dan pewarnaan, dan dua pengrajin  selanjutnya dibidang batik tulis.
“Yang bekerja disini hanya 3 orang, satu saya sebagai pengerja batik cam, dan dua orang lagi sebagai  pengrajin batik tulis,” Kata salah satu pengrajin batik Ka Ga Nga Emis 24 tahun
Kemudian untuk pengrajin batik tulis yang masih bisa bekerja produktif hanyalah satu orang  yaitu Linda 30 tahun warga Sumber bening Kecamatan Selupuh Rejang, sementara satulagi yaitu  Yuli 58  tahun  warga Kampung melayu kecamatan Bermani Ulu tidak bisa bekerja lebih optimal kembali dikarenakan paktor usia.
“Kalau pengrajin batik tulis ini, dia hanya diam dirumah, kalau ada pesanan baru ke sini, itu  kalau jumlah banyak, namuan kalau sedikit mereka sering mengerjakannya dirumah,” lanjut Emis
Kemudian untuk penjualan, Emis mengaku batik tulis dan batik cap Ka Ga Nga ini sangat jarang  perminatnya, hal ini dikarenakan harga batik yang ditawarkan cukup mahal yaitu berkisar Rp 380 ribu hingga 500 ribu per potong  untuk batik tulis yang terbuat dari sutra, dan 80 ribu  hingga 100 ribu per potong untuk batik cap.
“Satu potong itu dua meter, kalau bulan-bulan seperti ini, yang mebeli jarang, paling-paling  kalau ada tamu dari pemda atau tamu dari luar daerah, yang paling ramai itu sewaktu HUT Curup  saja,” kata Emis
Kendala lain terhadap kurangnya pembeli batik tradisional Ka Ga Nga ini ialah dikarenakan  semakin banyaknya kemunculan batik printing bermotif Ka Ga Nga dipasaran sekarang ini. dan  juga untuk harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan dengan harga batik tradisonal Ka Ga Nga
“Kalau printing Ka Ga Nga yang sering digunakan PNS ini harganya berkisar 32 ribu per meter,  sementara harga batik Ka Ga Nga yang sebenarnya diatas itu,” kata Emis sembari mengatakan  batik tulis Ka Ga Nga yang kami buat ini kalah dengan batik Ka Ga Nga Moderen
Tidak hanya itu, dibalik terancamnya produksi batik Ka Ga Nga secara tarisional, disisi lain, corak batik Ka Ga Nga dirasakan tidak semegah dahulu,  hal itu dikarenakan imbas dari keputusan pemerintah daerah yang membuat seragam baju PNS dan segaram sekolah SD, SLTP, dan SMA bermotif Ka Ga NGa, satu sisi batik Ka Ga Nga sangat membuming   di tanah Rejang, namun satu sisi beberapa masyarakat biasa mengaku tidak merasakan kemegahan seperti dahulu ketika mengenakan batik Ka Ga Nga Tersebut, malah mereka sedikit malu menggunakan batik tersebut, karena batik Ka Ga Nga seolah beralih pungsi seperti batik PNS dan pelajar bukan menjadi batik kebesaran daerah.
“Dulu batik Ka Ga Nga itu merupakan salah satu barang mahal, harganya mencapai 1 juta dan 2 juta,  dan juga barang cindra mata paling berharga, orang yang menggunakan batik Ka Ga Nga saat itu juga sangat merasakan kemegahan yang luar biasa, namun sekarang tidak, masyarakat kecil menggunakan batik Ka Ga Nga malu, karena tidak PNS nanti disangka gila PNS,”  Kata salah satu warga Rejang Lebong Irawan 56 tahun (**)

Bemanei, Tongkrongan Favorit Anak Muda Rejang Lebong


BICARA obyek wisata, sepertinya Bumi Pat Petulai Rejang Lebong tak ada habisnya untuk dikunjungi. Belum lama ini, kami kembali mengunjungi satu diantara obyek wisata di kabupaten ini. Tujuan tim kali ini tak lain yaitu singgah pada tempat tongkrongannya anak muda Curup, Danau Bemanei.

Dulu, Danau Bemanei lebih dikenal dengan sebutan Danau Talang Kering. Obyek wisata ini berada di Jalan Lintas Curup - M Aman atau sekitar 2 Km dari pusat Kota Curup atau tepatnya di Desa Talang Kering Kecamatan Curup Utara.

Danau Bemanei yang telah direnopasi pada tahun 2009 dengan dibuat tanggul beton di sekeliling danau dan taman pentas seni dipinggir Danau Bemanei tersebut kini menjadi tempat favorit kawula muda Rejang Lebong yang biasa berkumpul sore hari.

Ada beberapa alasan anak muda memilih Danau Bemanei sebagai tempat tongkrongan favorit. Diantaranya, letak danau ini berada di pinggir jalan lintas Curup M Aman yang hanya berjarak sekitar 2 Km dari pusat kota, dan bisa menikmati keindahan danau pengunjung juga akan dimanjakan dengan keindahan pemandangan Bukit Barisan yang bisa dilihat dengan jelas dari lokasi danau.

Namun cukup disayangkan, obyek wisata ini belum dikelola optimal oleh pemerintah. Padahal lokasi danau tersebut cukup strategis karena dekat dengan ibukota kabupaten.

Diungkapkan Camat Curup Utara, Zulfan Effandi, mestinya obyek wisata Danau Bermanei tersebut dikelola lebih optimal kembali, seperti pembangunan taman bermain anak-anak, pembangunan pondok-podok kecil yang kemudian dikelola oleh masyarakat untuk menyajikan jajanan ringan (warung manisan) serta fasilitas parkir yang memadai.

"Kalau sore cukup ramai pengunjung yang datang ke danau tersebut, terutama anak muda. Untuk lebih menarik kembali minat pengunjung, saya rasa danau itu perlu dibangun fasilitas lain lagi seperti pembuatan arena bermain anak-anak, warung kecil dan tempat parkir. Supaya bisa menyedot pengunjung lebih banyak lagi," katanya.

Selain itu, Zulfan Effandi juga menyayangkan masih rawannya di sekitar lokasi Danau Bemanei ketika malam hari. "Kalau sekarang masih sedikit rawan, namun untuk siang hari tidak. Masih ada kejadian pemerasan," katanya.

Disisi lain, Kadis keudayaan dan Pariwisata RL, Mohammad Rizal mengatakan, pengembangan obyek wisata merupakan tangung jawab bersama, terutama masyarakat sekitar yang harus ikut serta dalam menciptakan suasana aman, nyaman dan damai. "Yang membuat Pantai Kuta Bali itu menjadi indah dan menjadi incaran wisatawan sebenarnya bukan hanya karena pantainya saja. Melainkan tingkat kenyamanan di sekitar lokasi wisata benar-benar terjamin, masyarakat ikut menjaga keamanan di lokasi tersebut dan kratif dengan membuka toko makanan khas serta souvenir khas dari daerah tersebut. Saya menyayangkan kalau masih ada obyek wisata yang belum aman. Mestinya masyarakat harus ikut serta menjaga keamanan dan keindahan obyek wisata tersebut," harapnya. (sanca)

Ingin mengunjungi koleksi Foto Danau Bemanei lebih banyak lagi, Klik Disini

Pesona Kesejukan Alam Danau Tes


DANAU tes merupakan salah satu aset wisata di Kabupaten Lebong. Sebelum dimekarkan menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Lebong, danau ini masuk dalam wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Jika Pemkab Lebong berupaya maksimal mengenalkan aset wisata ini, diyakini aset tersebut akan dapat menambah penghasilan bagi daerah. Setidaknya, memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.

Potensi Danau Tes didukung dengan pemandangan di sekitar kawasan danau yang terletak di Kecamatan Lebong Selatan Kabupaten Lebong memang tak pernah habis sejauh mata memandang. Selain dikelilingi kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Danau Tes juga menyimpan pesona alam yang tak kalah menariknya untuk dikunjungi.

Selain sebagai tempat wisata, Danau Tes juga merupakan pusat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Bengkulu. Mungkin belum banyak masyarakat yang mengetahui, jika Danau Tes yang menjadi salah satu objek wisata andalan di Kabupaten Lebong adalah Danau yang terbesar yang ada di Provinsi Bengkulu. Danau yang terbentang dari Kutei Donok (Kota Donok, red) sampai ke Kelurahan Tes Kecamatan Lebong ini memiliki luas lebih kurang 750 hektar.

Untuk menempuh Danau Tes ini, dengan kemajuan Kabupaten Lebong sekarang sangat tidak sulit untuk dijangkau. Apalagi, dengan pembangunan yang dilakukan oleh Pemkab Lebong saat ini Danau Tes hanya berjarak lebih kurang 25 KM dari pusat kota (Muara Aman) dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat baik angkutan umum maupun pribadi dan kendaraan roda.

Pembangunan yang dilakukan pemerintah juga tidak hanya pada sarana transportasi saja, namun pembangunan juga dilakukan terhadap beberapa sarana pendukung untuk liburan keluarga seperti rumah makan terapung yang menyajikan makanan khas Rejang yang diambil langsung dari Danau Tes.

Sayangnya, pembangunan sarana rumah makan terapung yang diharapkan mampu untuk menggenjot peningkatan wisatawan domestik bahkan manca negara ini, saat ini dalam kondisi yang sangat memperihatinkan karena tak terjaga dengan baik.
Sebagai danau terluas di Provinsi Bengkulu, Danau Tes bukan hanya menjadi kebanggaan bagi daerah. Terlebih bagi masyarakat di sekitar danau, keberadaan aset wisata ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka.

Selama ini, Danau Tes hanya ramai dikunjungi ketika hari libur. Namun banyak juga remaja yang tampak mangkal setiap sore hari untuk melepaskan jenuh. Berbagi bersama alam. Mungkin inilah kesan yang ingin didapat pengunjung. Didukung dengan pemandangan sejuk, Danau Tes memberikan daya tarik tersendiri untuk melepaskan penat.

Sebagai langkah memberdayakan potensi ini, Pemkab Lebong melalui Dinas Pariwisata, Budaya dan Perhubungan berencana akan mengembangkan aset ini. Tahun 2011 ini, pengembangan akan dilakukan guna meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Beberapa langkah yang saat ini sedang dirancang yakni mendirikan rumah makan terapung yang akan menyajikan makanan khas Rejang.
Selain itu, di Desa Kota Donok akan dibangun usaha rakyat yang akan menjual kerajinan tangan dan makanan khas. Bahkan Pemkab juga akan berupaya mengembangkan olahraga air di danau tersebut.
"Mudah-mudahan rencana kita ini akan terealisasi. Sehingga tak hanya memberikan pendapatan bagi daerah, tapi juga meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat," ujar Kadisparbudhub Lebong Drs Yustin Hendri. (Debi Antoni)

Kisah Batu Menangis di Suban Air Panas



WISATA Suban Air Panas yang berada di kabupaten Rejang  Lebong propinsi Bengkulu tak hanya memancarkan aura  keindahan dan kesejukan. Namun lokasi ini juga menyimpan  cerita batu peninggalan yang banyak diyakini mengandung  nilai mistis.

Suban Air Panas berada di jalan lintas Curup-Lubuk Linggau   dengan jarak tempuh sekitar  6 Km dari Kota Curup (Ibu kota  kabupaten Rejang Lebong) atau sekitar 90 Km dari Provinsi Bengkulu. Obyek wisata ini memiliki luas sekitar 30 Ha dan  dibuka untuk umum sejak tanggal 1 Nopember 1967. 

Di sini, terdapat dua buah peningalan Suku Rejang yaitu Batu  Megalitikum dengan lokasi berbeda. Batu pertama terdapat di  bagian bawah. Batu megalitikum di lokasi pertama ini juga  sering disebut dengan "Tri Sakti". Seratus meter dari  lokasi pertama, terdapat pula satu lagi batu megalitikum  yang dikenal dengan nama "batu menangis" atau "Putri  Selangkah"

Pada dokumentasi yang dibuat kolonial Belanda (Tropen  Museum) tahun 1931 terdapat keterangan bahwa batu tersebut  merupakan peninggalan Pasemah. Namun menurut pengelola  Suban Air Panas,  Surya Johan ST keterangan itu tidaklah  benar. Sebab batu megalitikum ini terdapat di daerah suku  Rejang berada. Adalah hal aneh bila orang (suku Pasemah)  yang tak ada di daerah tersebut dikatakan membuat batu  tersebut. Menurutnya, batu Tri Sakti memiliki cerita tentang tiga  orang hebat yakni Sebei Teret, Sebei Tikis dan sebei Bitan  yang hinga kini dipercayai dapat memberikan pertolongan  kepada pengunjung. Bahkan hingga saat ini, masih ada  beberapa warga yang meminta pertolongan denagan membawa  beberapa sesajian ke tempat keramat itu.

Sedangkan Batu Menangis atau sekarang disebut "Putri  Selangkah", konon katanya dulu batu tersebut dijadikan  tempat merenung dan menangis sang putri  yang bernama Gemercik Emas yang tidak mau dijodohkan dengan Putra Gambir  Melang yang merupakan putra Suku Rejang. "Kenapa dikatakan  sekarang ia Putri Selangkah, karena dahulu setiap  putri  tersebut hendak pergi ke arah empat penjuru mata angin baru  selangkah putri itu berjalan, kemudian langsung menghilang  dan telah sampai di tempat tujuan," kata Johan saat ditemui minggu (16/10) kemarin

Diakui Johan, dulu batu itu memang sering mengeluarkan air.  Sebagian warga mempercayai, batu itu merupakan air mata  Putri Selangkah. Hanya saja, saat ini batu itu sudah jarang  mengeluarkan air. "Air Putri Selangkah ini juga diyakini  bisa melancarkan urusan jodoh. Pengunjung biasa mengusapkan  air dari batu itu ke alis mata," kata Johan.

Selain tempat sejarah, lokasi wisata Suban Air Panas juga  memiliki fasilitas seperti tersedianya sumber air panas  yang dipercayai dapat menyembuhkan berbagai penyakut kulit  dan penyakit lainnya. Selain itu, di obyek wisata ini juga  terdapat sebuah kolam renang yang cukup luas. Pengunjung di  wisata ini juga dapat menikmati air terjun bercabang dua  dengan ketinggian kurang lebih 90 meter. (sanca)
 
Ingin tahu foto lebih banyak mengenai Batu Menangis, klik disini

Tabarenah, Desa Sejarah yang Terlupakan



BANYAK pejuang Indonesia yang tak tercatat dalam sejarah. Meski demikian, setelah merdeka saat ini, jejak sejarah akan menjadi saksi bisu. Untuk itu, harusnya jejak sejarah perjuangan menuju merdeka di beberapa daerah di Provinsi Bengkulu idealnya tidak diabaikan. Mesti ada perhatian khusus pemerintah agar kita tak termasuk orang yang melupakan sejarah.

Bertepatan dengan moment HUT RI ke-66 beberapa hari lalu, kami mengunjungi jejak sejarah di Bumi Pat Petulai Rejang Lebong. Jejak sejarah ini terdapat di Desa Tabarenah Kecamatan Curup Utara. Informasi awal menyebutkan, desa ini menjadi saksi bisu atas pertumpahan darah pejuang Indonesia dalam perlawanan terhadap tentara Jepang, 30 Desember 1945 silam.

Desa ini terletak di jalan lintas Curup-Muara Aman atau sekitar 5 Km dari ibukota RL. Mengawali perjalanan kali ini, kami langsung mengunjungi sebuah tugu perjuangan di pinggir jalan lintas Curup-Muara Aman. Namun sayangnya, tugu perjuangan yang dibangun sekitar tahun 1946 tersebut kini tampak tak terurus. Bahkan beberapa bagian tugu tampak retak-retak.

Tiba di lokasi, kami cukup beruntung. Sebab kami dapat bertemu langsung dengan salah seorang warga Tabarenah, Abek, 83 tahun, yang tinggal tak jauh dari tugu perjuangan tersebut. Dari sinilah kemudian sejarah itu dimulai.

Diceritakan Abek, 30 Desember 1945 lalu telah terjadi peristiwa peperangan cukup besar antara tentara Indonesia dibantu masyarakat (TKR) melawan serdadu Jepang. Sebenarnya, perlawanan itu telah terjadi sejak 27 Desember 1945. Sebab pada waktu itu, serdadu Jepang masuk dan ingin menguasai Kota Curup. Bahkan penjajah itu kian gencar mengumbar teror dan tak segan-segan membunuh masyarakat yang melakukan perlawanan.

"Puncaknya saat itu tentara Jepang ada yang dipenggal atau dibacok kepalanya oleh masyarakat RL. Tentara Jepang itu dibacok Jaiman, warga Talang Kering. Pembacokan itu terjadi karena saat itu tentara Jepang menginstruksikan kepada seluruh masyarakat untuk membuka pintu dan jendela. Sedangkan rumah Jaiman tidak membuka pintu. Ketika tentara Jepang mencoba mendobrak, tentara Jepang itu justru dipenggal kepalanya oleh Jaiman. Peristiwa itu terjadi 29 Desember 1945," kisah Abek.

Dipenggalnya kepala tentara Jepang saat itu membuat kemarahan Jepang memuncak. Kemudian pada 30 Desember sekitar pukul 06.00 WIB, serdadu Jepang langsung menyerang dan memborbardir pertahanan tentara Indonesia dan TKR di Desa Tabarenah, tepatnya di jembatan Desa Tabarenah.

Pejuang Indonesai dibawah komando Burlian, Iskandar dan Zakaria Kamidan pun langsung melakukan pertahanan dan perlawanan. Namun karena tak memiliki amunisi dan peralatan cukup, akhirnya serdadu Jepang berhasil menerobos pertahanan pejuang Indonesia dan berhasil masuk ke Desa Taberenah.

Selanjutnya, tak kurang ratusan rakyat di desa itu menjadi korban amukan tentara Jepang.Seperti digambarkan Abek, Desa Tabarenah saat itu bagaikan lautan api yang dihujani gemuruh mortir dan tembakan. "Bayangkan saja, dari 66 rumah saat itu, yang tidak terbakar hanya 6 rumah. Yang lainnnya dibakar habis serdadu Jepang," ujar Abek sembari menunjukkan salah satu rumah yang tidak terbakar dan masih utuh sampai saat ini.

Tak berapa lama setelah itu, rasa nasionalisme warga lain pun bermunculan. Ratusan masyarakat dari berbagai daerah seperti Muara Aman, Ujung Tanjung, Tes, Kota Donok, Talang Leak (saat ini semuanya masuk dalam Kabupaten Lebong) dan Air Dingin Pal VIII, Bukit Daun serta Tabarenah, ikut melakukan perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan.

Setelah melakukan perang dengan cara berhadap-hadapan (frontal) sehari penuh, ratusan pejuang Indonesia pun gugur dan berserakan di tanah Desa Tabarenah. Sementara serdadu Jepang yang kondisinya hampir keseluruhan tewas dan luka-luka, memilih mundur menuju Teh Kuku (sekarang Kelurahan Dwi Tunggal Kecamatan Curup). Sedangkan pejuang Indonesia Komandan Burlian, Iskandar dan Zakaria dilarikan ke Muara Aman karena terkena tembakan.

"Untuk diketahui, penyerangan Jepang ini dimulai dari Jakarta dan habisnya di Tabarenah ini. Saat itu tentara Jepang hampir semuanya tak bisa bergerak. Ada yang sudah tewas dan ada yang luka-luka. Yang tinggal hanya sopirnya saja, sekitar 90 orang tentara Jepang itu kemudian ditumpukkan ke dalam mobil milik mereka dengan jumlah total 8 mobil. Kemudian puluhan tentara Jepang itu dibawa ke Teh Kuku," paparnya.

Setelah puas mendengar cerita pelaku sejarah, kami langsung mengunjungi rumah panggung yang masih tertinggal pada saat peperangan terdahulu. Kami juga melihat tugu perjuangan yang baru dibuat pada tahun 1999 lalu berada di pinggir sungai musi yang berada tak jauh dari jembatan Tabarenah. Keadaan tugu tersebut hampir sama dengan tugu pertama, tak terawat dan terancam rusak.

Secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten RL Muhammad Rizal mengatakan, Desa Tabarenah merupakan sebuah desa sejarah perang terbesar di Provinsi Bengkulu. Dalam peristiwa itu peperangan di desa ini, sekitar 250 pejuang Indonesia gugur dan luka-luka. "Kami memang berencana akan lebih mengembangkan Desa Tabarenah tersebut menjadi lokasi desa wisata sejarah. Karena tempat disana cukup stategis, ada  cerita sejarah dan rumah kuno, ada sungai yang membentang dan ada tugu sejarah," ungkap Rizal. (sanca)

ADAT ISTIADAT

WISATA KULINER

Selamat datang di Pesona rejang Lebong kami senang Anda berada di sini, dan berharap Anda sering datang kembali. Silakan berselancar di sini dan membaca lebih lanjut tentang artikel jangan lupa tinggalkan pesan
 

© Copyright Pesona Bumi Pat Petulai Rejang Lebong 2010 -2011 Pesona Bumi 4 Petulai |Tlp 6285268782988 |Design By M latif.